31 Mei 2017

Berjibaku (Day 15#Eza Avlenda#30 DWC Jilid 6#Squad 2)



Sunyi mengepung
Sendu terapung
Duka berkelakar
Tawa menghindar

Gagak datang menyalak
Memangsa kian galak
Tertawai aku
Yang menangis pilu

Terhunus lidah menghujam kalbu
Mengarak benci yang membatu
Wahai malaikat penjagaku
Pinjami aku catatanmu

Dalam sendiri berjibaku
Coba salami labirin waktu
Dalam rona syafak tengadah
Semilir angin mengaminkan doa

Ya Allah
Yang Menjadi Tumpuan
Aku tak tahu malu
Dalam diam kumengadu

Malam kian terik
Tungkai makin ringkik
Bersandar pada gerimis
Basuhi dosa yang berbau amis

Ya Rahman
Ya Rahim
Ya Ghaffar
Ya Qahhar

Yang Maha Penangguh
Ampuni aku
Ulurkan waktuku tuk bertaubat
Boncengkan pula syafaat

Kutitipkan sepucuk harapan
Kepada Yang Maha Memberi Kebajikan
Jika tiba waktu ketetapan
Ku ingin dapatkan ketenangan

Eza Avlenda
31 Mei 2017



Lailatul Qadar

Kemuliaan
Keberkahan
Kesejahteraan
Ketetapan

Malam seribu bulan
Malam penuh harapan
Malam yang dicari
Malam yang dinanti

Sepuluh malam terakhir
Malam-malam ganjil
Angin tak bergeming
Tak panas tak dingin

Aku memagut doa
Uraikan harap pinta
Pada Pemilik Segala
Tuk ampuni dosa

Eza Avlenda
31 Mei 2017

30 Mei 2017

Kanopi Mangrove (Day 14#Eza Avlenda#30 DWC Jilid 6#Squad 2)



Amis tebarkan wanginya
Aku menuju bibir dermaga
Berteman hangatnya senja
Coba resapi nikmat yang ada

Aku menoleh ke sisi kiri
Riang anak nelayan mandi
Tak hiraukan kami di sini
Canda habisi sisa hari

Remaja tawarkan jasa
Naik ketek arungi muara
Lerai penat diselubung raga
Coba simpul nyali di dada

Tak ada nafsu di sini
Tak ada emosi
Hanya akar berbaris rapi
Hanya sunyi

tak ada wajah beringas
tak ada pikiran culas
Hanya akar berbaris rapi
Hanya sunyi

Gelombang berlari ketepian
Sampaikan senyuman
Menyeruak di antara semak
Membawa hati yang bergejolak

Riak mengusik dedaunan
Angin berikan lambaian
Tersandar ketenangan
Di antara kanopi hutan

Kuning emas dipantul bayu
Sang surya mulai tersipu
Akar kecil mengintip malu
Seolah tanda untukku

Rona syafak di lajur barat
Mengarak senja tuk menggeliat
Lamunanku pun ikut tersentak
Tandai malam yang menjilat

Eza Avlenda
30 Mei 2017

29 Mei 2017

Ramadhan... Ajari Aku (Day 13#Eza Avlenda#30 DWC Jilid 6#Squad 2)



Ramadhanku…
Ajari aku cara berucap
Ajari aku cara mendengar
Ajari aku cara menatap

Ramadhanku...
Ajari aku cara bersikap
Ajari aku cara melangkah
Ajari aku cara menghamba

Ramadhan…
Ajari aku cara berucap
Ghibah seolah tradisi
Dzikir hanya sesekali

Ramadhan...
Ajari aku cara mendengar
Bersegera ketika adzan
Agar tetap husnudzon

Ramadhan…
Ajari aku cara menatap
Butakan aku dari maksiat
Agar tak biasa jadi tabiat

Ramadhan…
Ajari aku cara bersikap
Di saat asa tak mau mendekat
Disaat budi tak beri syafaat

Ramadhan…
Ajari aku melangkah
Berdansa dengan pahala
Melenggang tinggalkan dosa

Ramadhan...
Ajari aku cara menghamba
Hanya pada Azza Wa Jalla
Menuai husnul khatimah

Ramadhan…
Kini kau hadir kembali
Santun sadarkan laku hati
Lerai semua khilaf diri

Ramadhan...
Sudah cukupkah kuambil manfaat
Di saat waktu tak memberiku tempat
Kau berlalu begitu cepat


Eza Avlenda
29 Mei 2017

28 Mei 2017

Suamiku...Aku Istrimu... (Day 12#Eza Avlenda#30 DWC Jilid 6#Squad 2)

Suamiku...
Aku istrimu...
Serahkan hidup dikepalanmu
Pisah dari ayah bundaku

Suamiku…
Aku istrimu…
Yang selalu ingin kau cumbu
Tak ingin kau madu

Suamiku...
Harap bijak tuturmu
Harap lembut lakumu
Harap ketenangan bersamamu

Suamiku…
Kulukis lembaran kisah kita
Berjalan lewati titian masa
Merengguk suka menghajar duka

Suamiku…
Aku istrimu…
Keriput tlah menggerogoti wajahku
Uban tlah mengganti ikal mayangku

Suamiku…
Aku istrimu…
Kabut tlah mengotori korneaku
Guruh tlah memaki pendengaranku

Suamiku…
Bila bertemu rentaku
hujamkan sabarmu
habisi gerammu

Suamiku...
Bila putus nikmatku mendahuluimu
Ku harap kau mau menuntunku
Perlahan ucapkan khalimah syahdu

Suamiku...
Kuingin kau peluk ragaku
Tak tangisi kaku tungkaiku
Baluri aku dengan doamu

Eza Avlenda
28 Mei 2017

27 Mei 2017

Akhir Hariku (Day 11#Eza Avlenda#30 DWC Jilid 6#Squad 2)

Bersandar di bahu senja
Coba ratapi tiga dasawarsa
Tentang apa yang kupunya
Tentang apa yang kan kubawa

Ini bukan mengenai harta
Bukan pula belahan jiwa
Dengan apa membayar harga
Usia seketika berkalang tanah

Inilah aku…
Sengit mengangkangi simpulan kalbu
Menenggak ranumnya dunia
Mengoyak santun yang tersisa

Inilah aku…
Beringas ditunggangi nafsu
Porandakan kebajikan
Tak hiraukan hari pembalasan

Acap kali tak ukur diri
Merasa ibadah paling berarti
Bergegas di antara panji
Berkoar suci pekerjaan hati

Kini hati berbinar rindu
Kuliti jelaga kalbu
Wahai pemegang jiwaku
Masih dapatkah ku ulur waktu

Bilik hati dipenuhi doa
Harap memelas seiris berkah
Dari yang Maha Segala
Hingga tangguh waktuku tiba

Tercekat raga segera berpaut
Bengis maut mampir merenggut
Tebusan tawa dunia
Meninggalkan raga tak bernyawa

Inilah aku…
Meringkuk kaku terbuai bisu
Selaksa lidah ciptakan kelu
Berhujam siksa dipukul dipalu

Inilah aku…
Merangkak mengerang memohon padaMU
Jauhkan aku dari pilu
Ambilkan kebaikan untukku


Eza Avlenda
27 Mei 2017

26 Mei 2017

Ramadhanku (Day 10#Eza Avlenda#30 DWC Jilid 6#Squad 2)


Ingatanku di pelupuk rindu
Pertemuan kita tahun lalu
Asa tuk kembali bertemu
Menunggumu datang bertamu

Aku malu bertemu
Bagaimanakah rupaku
Menyapa aku malu
Bagamanakah tuturku

Ajakan nafsu tuk selingkuh
Mengusung rasa yang semu
Tak hapus dahaga mencumbui dunia
Hingga tanah menyambut keranda

Harap lebih namun selalu mengurangi
Maafkan aku yang tak tahu diri
Membagi kasihMu yang pasti
menghela cintaMu yang tak berhenti

Tak kurasa besarnya sayangMu
Selalu menegur setiap laku
Namun aku selalu berlalu
Pongah berjalan menyelisihi waktu

Riak dunia merayuku
Menjauhkanku darimu
Namun Engkau tetap menungguku
Akankah ada maaf untukku

Titian ini semakin mendaki
Lelah menggerogoti tepian hati
Waktupun menyelisihi diri
Harap bertahan hingga ke uzhur hari

Fitrahnya jumpa pasti berpisah
Kusadari inilah saatnya
Bening ini terduduk layu
Ragaku menunggu terpaku

Kalut hati bersungut
Terhempas aku bersujud
Tak bergeming menekuni diri
Akankah kau datang kembali

25 Mei 2017

Terpaksa Mencintai (Day 9#Eza Avlenda#30 DWC Jilid 6#Squad 2)

Saya melanjutkan sekolah menengah atas di SMUN 1 Kota Bengkulu pada tahun 1994. Ada beberapa sosok guru yang membuat saya bersemangat dalam mengikuti pelajarannya. Tahun pertama saya duduk di bangku SMU, Fisika dan Bahasa Inggris adalah mata pelajaran yang saya sukai. Salah satu faktor penyebabnya adalah sosok guru yang mengampunya. Pak Galingging adalah guru yang mengampu mata pelajaran Fsika. Saya sangat bersemangat mengikuti pelajaran beliau, menantang saya agar selalu berpikir cepat untuk menemukan konsep-konsep dengan kata kunci yang beliau berikan dan saya selalu ingin menyelesaikan soal-soal hitungan lebih awal daripada teman-teman yang lain. Saya mencari semua buku-buku Fisika kelas satu yang ada ada di perpustakaan, ada lima judul buku Fisika yang saya pinjam. Sementara Mom Lena adalah guru yang mengampu mata pelajaran Bahasa Inggris. Mom Lena adalah guru yang sangat bersemangat dalam mengajar, saya selalu memperhatikan mimik wajahnya pada saat memberi contoh kalimat. Terkadang mimiknya sedih, gembira ataupun marah. Saya kagum sekali ketika melihat Mom Lena bertemu dengan Mr Anton, mereka akan bercakap-cakap menggunakan Bahasa Inggris. Saya terkadang bergumam di dalam hati, “kapan saya bisa bercakap-cakap menggunakan Bahasa Inggris dengan lancar”.
Tahun pertama di bangku SMU saya lewati, berlanjut tahun kedua dan akhirnya saya memasuki tahun ketiga. Pada tahun ketiga sudah mulai penjurusan sesuai minat masing-masing. Pada tahun 1996, SMUN 1 Kota Bengkulu memiliki tiga jurusan yaitu jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan jurusan Bahasa, saya masuk jurusan IPA. Di tahun ketiga ini, selain mendapatkan pelajaran tambahan di sekolah, saya ingin sekali mengikuti Bimbingan Belajar (Bimbel) untuk persiapan EBTA/EBTANAS dan UMPTN seperti teman-teman yang lain. Namun keinginan saya ditolak orangtua, menurut mereka kegiatan les di sekolah sudah cukup, jika saya bersungguh-sungguh, akhirnya saya terima dengan lapang dada. Menjelang masuk semester genap, saya sudah mulai memikirkan nanti akan melanjutkan studi kemana. Saya ingin sekali melanjutkan kuliah ke pulau Jawa mengambil jurusan pertanian. Ada program mahasiswa undangan di UNDIP, saya sangat bersemangat sekali. Setelah mengutarakan keinginan kepada Bapak saya, jawabannya singkat saja “Bapak akan membiayai kuliah di FKIP, Eza harus jadi guru, kalau tidak mau menjadi guru tidak usah kuliah. Bapak tidak mengizinkan Eza kuliah ke pulau jawa, kuliah di Bengkulu saja, ada waktunya nanti Eza pergi ke pulau Jawa”. Dengan berat hati saya menyampaikan kepada guru di sekolah, kalau saya tidak bisa mengambil jalur undangan tersebut. Untuk mendapatkan jatah mahasiswa undangan UNIB pun sudah tidak ada lagi. Akhirnya dengan terpaksa saya mengikuti jalur tes dan melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Bengkulu pada tahun 1997.
Pada tahun pertama saya kuliah, saya merasa malu kuliah di FKIP, tidak terpikirkan oleh saya untuk menjadi guru. Namun seiring waktu saya mulai merasa nyaman kuliah di program studi Biologi UNIB. Bertemu dengan teman-teman yang menyenangkan, bersemangat untuk selalu menguasai semua mata kuliah dan memperoleh kesempatan mengenal sosok dosen yang akhirnya saya kagumi, Dr. Diah Aryulina, MA.Saya berpikir, mungkin sudah takdir saya menjadi seorang guru. Setelah tamat dari bangku kuliah, saya menjadi guru honorer di MAN Model Kota Bengkulu. Seiring perjalanan waktu saya menikmati dan mencintai profesi saya sebagai seorang guru.

24 Mei 2017

Pelepasan (2) (Day 8#Eza Avlenda#30 DWC Jilid 6#Squad 2)

“Ya Allah, jadikan anak-anakku orang yang selalu Engkau beri petunjuk, ridhoi mereka, permudahkanlah jalan hidupnya, aamiin” Kutitip sepucuk doa ini ya Allah, gumamku. Sementara itu, ustad Anjar mengakhiri sambutannya. Kuusap ekor mataku, berharap tak ada yang melihat haruku.
“Dimohon untuk naik ke atas panggung” sembari mengalihkan pandanganku ke arah sumber suara, aku berbisik kepada ibu yang duduk di sebelahku. “Siapa yang dipanggil bu?” “Satriaji” ujarnya, tanpa menoleh ke arahku. “Pemberian penghargaan siswa kelas enam yang berprestasi” Ucapnya lagi, namun tetap sibuk dengan gadgetnya. Aku kagum sekali dengan anak ini. Aji, adalah teman anakku semenjak di taman kanak-kanak. Perawakannya agak gemuk, berkulit putih, dengan lesung pipi mewarnai senyumnya. Penyematan selempang bertuliskan “siswa berprestasi” dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkulu Utara. Senyuman khas terkembang, mengarah ke posisi tempat duduk orang tuanya. Terbayang santun lakunya.
“Penganugerahan hafizh quran juz 30, dengan predikat mumtaz, nilai di atas 93”
 “Kepada nama-nama yang akan kami sebutkan, silahkan mengambil tempat”
Pembawa acara, membacakan nama-nama siswa peraih predikat mumtaz. Aku amati semua anak-anak yang bersiap-siap, menunggu giliran untuk naik ke atas panggung. Tak kulihat sosok anakku. Kutekuni daftar nama yang dibacakan, hingga urutan ke tiga belas, ya memang tidak ada. Banyak pertanyaan mencerca kalbuku.
“Predikat apa yang diraih anakku?”
“Mengapa dia tidak meraih predikat mumtaz?”
“Apakah anakku tidak lulus ujian tahfizh?”
Kulirik dia dari kejauhan, masih biasa bercakap-cakap dengan teman di sebelahnya, sambil sesekali menunjuk ke arah panggung. Tanyaku pupus tanpa jawab.

Rangkaian acara dilanjutkan dengan pemberian samir dan piagam tahfiz quran. Secara bergantian siswa dipanggil ke atas panggung, ketua yayasan mengalungkan samir sementara kepala sekolah memberikan piagamnya, didampingi wali kelas masing-masing. Sudah hampir tiba giliran anakku. Dengan sigap aku maju ke depan, mengambil posisi untuk mengabadikannya dengan gadgetku.
“Irfan Amaro Filardhi Fillah, anak dari bapak Gusman dan ibu Eza Avlenda. Tahfiz quran dengan predikat maqbul”
Klik..klik..klik..aku mengambil foto dari beberapa sisi, berharap dapat angel yang tepat. Terakhir pada saat dia menuruni anak tangga. Dia langsung menghampiriku.
“Maafkan ya ma, adik cuma dapat predikat maqbul” sembari menyerahkan map berwarna merah hati. Kutatap matanya yang melukiskan kekecewaan, berharap aku menerima pintanya.
“tidak apa-apa dik, mama tetap bangga” Kuusap rambutnya, hampir saja kucium keningnya. Aku tersentak, selembar catatan dihatiku jatuh “Jangan mencium adik di tempat ramai” Kualihkan perhatian pada map merah, tertulis nilai B+, predikat maqbul.

Kembali ke tempat duduk semula, menunggu sesi ini usai, kulirik gadget, mengecek galeri foto. Setelah selesai sesi pemberian samir dan piagam, dilanjutkan dengan foto bersama ketua yayasan, kepala sekolah dan orang tua secara bergantian. Di akhir acara, seluruh aulad (sebutan untuk siswa laki-laki) naik ke atas panggung menyanyikan lagu selamat tinggal sahabatku.
Selamat tinggal sahabatku
Ku kan pergi berjuang
Menegakkan cahaya islam
Jauh di negeri seberang

Selamat tinggal sahabatku
Relakanlah diriku
Kirimkanlah doa restumu
Allah bersama slalu

Ku berjanji dalam hati
Untuk segera kembali
Menjayakan negeri ini
Dengan ridho Illahi

Kalaupun tak lagi jumpa
Usahlah kau berduka
Semoga tunai cita-cita
Raih gelar syuhada

Tak dapat ku bendung lagi, tumpah juga di ujung mata. Kalbuku dibaluri haru, berada dalam suasana biru. Telah enam tahun bercengkrama bersama teman, ustad dan ustadzah. Tak ada lelah, yang ada hanya tawa. Namun hari ini mungkin pertemuan terakhir mereka, sebelum menapaki titian yang terpisah. Akankah suasana ini, hadir kembali dipelupuk rindu. Menarik mereka tuk bertemu.


23 Mei 2017

Pelepasan (Day 7#Eza Avlenda#30 DWC Jilid 6#Squad 2)




Bergegas ku tunggangi sepeda motorku menuju ke arah timur. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 09.45 wib. "Ahh...aku hampir telat" Ku pacu semakin kencang. Selang sepuluh menit, tiba saatnya aku memasuki gerbang sekolah SDIT Darul Fikri. Ku ambil posisi parkir agak di tengah. Kedatanganku disambut hangat oleh beberapa ustadzah di depan meja tamu. Aku tertegun sejenak melihat keindahan ini. Seluruh ustadzah mengenakan atasan pink dipadu dengan bawahan berwarna abu-abu. Aku memasuki tenda yang warnanya senada dengan seragam ustadzah. Kursi di bawah tenda ini dibagi menjadi tiga bagian. Barisan kursi sebelah kanan, diisi oleh tamu laki-laki, bagian tengah diisi oleh siswa kelas enam sedangkan sebelah kiri untuk tamu perempuan. Di bagian depan barisan kursi, terdapat tiga meja bundar berbungkus apik kain berwarna putih diselingi pink. Di seberang meja bundar, terdapat panggung berukuran lima belas meter. Kupilih tempat duduk sebelah kiri baris ketiga dari depan, berharap dapat dengan leluasa menikmati acaranya.
Dua orang pembawa acara mengucapkan salam, pertanda acara telah dimulai. Acara dipandu dalam dua bahasa. Aku mencoba hikmad mengikuti acaranya. Setelah pembacaan ayat-ayat suci Al Quran, acara dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan mars jaringan islam terpadu.
Haha... Haha...
Dengan berbekal semangat kami melangkah
Menjalin ukhuwah dengan tekat membaja
Menuju mutu pendidikan Indonesia
Melahirkan generasi cerdas mulia
Kami jaringan Sekolah Islam Terpadu
Sambut masa depan wajah Indonesia baru
Bersama tinggikan martabat dan citra guru
Indonesia pasti maju (pasti maju)
Haha... Haha...
Disinilah tempat kami berkarya
Menggapai harapan meraih cita-cita
Sebagai penggerak dan pemberdaya bangsa
Wujudkan masyarakat adil dan sejahtera
Kami jaringan Sekolah Islam Terpadu
Bangkit serentak menyongsong peradaban baru
Bulatkan tekat dan cita membangun bangsa
Indonesia kan jaya
Haha... Haha...

Kusimak liriknya, begitu bersemangat seluruh siswa kelas enam menyanyikan lagu marsnya. Kutarik napas dalam-dalam, entah kenapa bulir bening ini jatuh di ekor mataku. Kuresapi anak-anak melantunkan liriknya, kutangkap semangat membara mereka pada hari yang sangat bahagia ini. Kuseka bulir bening ini, sambil kutatap wajah anakku dari kejauhan, yang tetap bersemangat menyelesaikan lirik untuk kedua kalinya.
Acara selanjutnya adalah sambutan siswa berprestasi, yang disampaikan oleh satriaji. Panggilan akrabnya Aji. Aku kembali merasakan suasana haru, menyimak apa yang disampaikannya. “Terima kasih kepada semua ustad dan ustadzah yang telah menunjukajari kami selama kami disini. Terima kasih kepada orang tua kami, yang telah mengantarkan kami bersekolah di tempat ini” Aku semakin sering menyambut bulir bening ini. Tak kuasa menahan suasana yang haru biru ini. Tibalah saat mendengarkan pesan ustadz Anjar Parmidi selaku Top Leader di sekolah ini. Kutelusuri setiap untaian kata yang keluar, aku semakin larut dalam haruku. “kalian adalah anak-anak yang luar biasa, anak-anak yang ustad banggakan. Sudah fitrahnya setiap pertemuan ada perpisahan. Ustad berpesan tetaplah bertaqwa kepada Allah Subhana Wata’ala, miliki rasa malu kepada Allah, takutlah berbuat dosa. Jangan sampai kalian tidak ada, pada saat Allah menunggu kalian untuk berbuat baik. Jadilah mercusuar di tempat yang baru. Tetaplah menjaga keimanan”. Kerenungi nasehat ini, kucoba resapi makin dalam.