24 Mei 2017

Pelepasan (2) (Day 8#Eza Avlenda#30 DWC Jilid 6#Squad 2)

“Ya Allah, jadikan anak-anakku orang yang selalu Engkau beri petunjuk, ridhoi mereka, permudahkanlah jalan hidupnya, aamiin” Kutitip sepucuk doa ini ya Allah, gumamku. Sementara itu, ustad Anjar mengakhiri sambutannya. Kuusap ekor mataku, berharap tak ada yang melihat haruku.
“Dimohon untuk naik ke atas panggung” sembari mengalihkan pandanganku ke arah sumber suara, aku berbisik kepada ibu yang duduk di sebelahku. “Siapa yang dipanggil bu?” “Satriaji” ujarnya, tanpa menoleh ke arahku. “Pemberian penghargaan siswa kelas enam yang berprestasi” Ucapnya lagi, namun tetap sibuk dengan gadgetnya. Aku kagum sekali dengan anak ini. Aji, adalah teman anakku semenjak di taman kanak-kanak. Perawakannya agak gemuk, berkulit putih, dengan lesung pipi mewarnai senyumnya. Penyematan selempang bertuliskan “siswa berprestasi” dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkulu Utara. Senyuman khas terkembang, mengarah ke posisi tempat duduk orang tuanya. Terbayang santun lakunya.
“Penganugerahan hafizh quran juz 30, dengan predikat mumtaz, nilai di atas 93”
 “Kepada nama-nama yang akan kami sebutkan, silahkan mengambil tempat”
Pembawa acara, membacakan nama-nama siswa peraih predikat mumtaz. Aku amati semua anak-anak yang bersiap-siap, menunggu giliran untuk naik ke atas panggung. Tak kulihat sosok anakku. Kutekuni daftar nama yang dibacakan, hingga urutan ke tiga belas, ya memang tidak ada. Banyak pertanyaan mencerca kalbuku.
“Predikat apa yang diraih anakku?”
“Mengapa dia tidak meraih predikat mumtaz?”
“Apakah anakku tidak lulus ujian tahfizh?”
Kulirik dia dari kejauhan, masih biasa bercakap-cakap dengan teman di sebelahnya, sambil sesekali menunjuk ke arah panggung. Tanyaku pupus tanpa jawab.

Rangkaian acara dilanjutkan dengan pemberian samir dan piagam tahfiz quran. Secara bergantian siswa dipanggil ke atas panggung, ketua yayasan mengalungkan samir sementara kepala sekolah memberikan piagamnya, didampingi wali kelas masing-masing. Sudah hampir tiba giliran anakku. Dengan sigap aku maju ke depan, mengambil posisi untuk mengabadikannya dengan gadgetku.
“Irfan Amaro Filardhi Fillah, anak dari bapak Gusman dan ibu Eza Avlenda. Tahfiz quran dengan predikat maqbul”
Klik..klik..klik..aku mengambil foto dari beberapa sisi, berharap dapat angel yang tepat. Terakhir pada saat dia menuruni anak tangga. Dia langsung menghampiriku.
“Maafkan ya ma, adik cuma dapat predikat maqbul” sembari menyerahkan map berwarna merah hati. Kutatap matanya yang melukiskan kekecewaan, berharap aku menerima pintanya.
“tidak apa-apa dik, mama tetap bangga” Kuusap rambutnya, hampir saja kucium keningnya. Aku tersentak, selembar catatan dihatiku jatuh “Jangan mencium adik di tempat ramai” Kualihkan perhatian pada map merah, tertulis nilai B+, predikat maqbul.

Kembali ke tempat duduk semula, menunggu sesi ini usai, kulirik gadget, mengecek galeri foto. Setelah selesai sesi pemberian samir dan piagam, dilanjutkan dengan foto bersama ketua yayasan, kepala sekolah dan orang tua secara bergantian. Di akhir acara, seluruh aulad (sebutan untuk siswa laki-laki) naik ke atas panggung menyanyikan lagu selamat tinggal sahabatku.
Selamat tinggal sahabatku
Ku kan pergi berjuang
Menegakkan cahaya islam
Jauh di negeri seberang

Selamat tinggal sahabatku
Relakanlah diriku
Kirimkanlah doa restumu
Allah bersama slalu

Ku berjanji dalam hati
Untuk segera kembali
Menjayakan negeri ini
Dengan ridho Illahi

Kalaupun tak lagi jumpa
Usahlah kau berduka
Semoga tunai cita-cita
Raih gelar syuhada

Tak dapat ku bendung lagi, tumpah juga di ujung mata. Kalbuku dibaluri haru, berada dalam suasana biru. Telah enam tahun bercengkrama bersama teman, ustad dan ustadzah. Tak ada lelah, yang ada hanya tawa. Namun hari ini mungkin pertemuan terakhir mereka, sebelum menapaki titian yang terpisah. Akankah suasana ini, hadir kembali dipelupuk rindu. Menarik mereka tuk bertemu.


Tidak ada komentar: