3 Juni 2017

Tarawih Pertama Jauh dari Keluarga (Part 1) (Day 18#Eza Avlenda#30 DWC Jilid 6#Squad 2)



Tidak banyak yang aku kerjakan hari ini. Tidak seperti biasanya, sibuk menyiapkan menu untuk makan sahur pertama. Senja ini begitu cerah, cahaya jingga masih hangat menyeruak di antara jendela kamar. Aku masih terbaring malas memeluk bantal guling. Ku ambil ponsel, pukul 16.50 wib. Dengan malas, aku beranjak.
"Ahh...naik dua lantai dari kamar, tangganya...ahh capek"
Aku terhempas kembali di kursi depan kamarku. Suasana kostan masih sepi. Akhirnya perlahan aku menuju lantai empat. Lantai empat ini, disediakan empunya untuk tempat menjemur pakaian. Sejenak aku duduk dibibir tembok, memandang ke arah jalan. Suara klakson mobil bersahutan, seperti biasa jalan suci kota bandung salah satu titik macet. Pojok ayam taliwang yang berada di depan kostan ku pun sudah sibuk menata meja, pertanda hari semakin senja. Kupandang masjid pusdai yang terletak di sebelah kiri. Bangunan besar berbentuk segi empat dengan paduan warna krem dan ungu muda tampak lengang. Tarawih malam pertama nanti, aku putuskan di masjid ini. Berjalan gontai, sambil membawa pakaian, aku menuju kamar.
Habis menunaikan shalat magrib berjamaah. Aku dan teman sekamarku bersiap menuju masjid. Suara kicauan burung terdengar dari ponselku, pertanda ada panggilan masuk.
"Assalamualaykum" terdengar suara tak asing di seberang sana.
"Waalaykumussalam bu" sahutku.
"Eza lagi dimana? Lagi ngapain?"
"Eza lagi di kostan bu. Ini baru mau berangkat ke pusdai"
"Lho eza nggak nonton tv ya?"
"Eza nggak hobby bu" jawabku.
Bu rita langsung menimpali "Eza coba hubungi dulu keluarga di bengkulu, saya barusan nonton berita, ada gempa di bengkulu"
"Astagfirullah" langsung aku putuskan teleponnya.
Aku terhempas di kursi depan kamarku. Sambil menangis, kubuka log panggilan. My soulmate, langsung ku tekan nomor ini. Terdengar nada sibuk. Kuulangi lagi, terdengar nada yang sama. Makin deras aku menangis.
"Ya Allah, lindungilah keluarga ku"
Teman sekamarku yang berasal dari bengkulu pun sibuk menghubungi keluarganya. Kami bernasib sama, jaringan sibuk. Teman-teman kuliah bergantian menghubungi, menanyakan keadaan keluargaku di bengkulu. Aku mulai kalut, pikiran buruk bergantian muncul di benakku. Mataku mulai bengkak, ku letakkan handphone di kursi. Sambil menangis, aku berdoa "Ya Allah selamatkanlah keluargaku, selamatkan, selamatkan ya Allah"


Tidak ada komentar: