Aku mempercepat langkah kakiku, sambil membawa barang belanjaan dan menggendong anakku yang baru berumur empat tahun. Gang ini terasa sempit dan jauh untuk ku lalui. "Suaminya suka main perempuan" ucap bu sri.
Tanpa menoleh, aku mengenal suaranya.
"Ada yang bilang selingkuhannya" sahut bu tati.
Bu yani menyela "Ah bukan begitu, suaminya punya istri muda"
Sungguh tak sanggup aku menahan panas di telinga, darah dari seluruh tubuhku berlomba memasuki serambi jantung, memaksa aorta untuk berdenyut mengeluarkan mereka dari jantung. Sudah hampir satu minggu ini, aku jadi bahan perbincangan tetangga. Mereka mengeluarkan semua praduga mengenai keberadaan suamiku. Sakit hati ini harus ku luapkan ke siapa lagi kalau tidak padamu. Pelatuk amarah ini telah ku tarik, namun ku coba tuk menahannya, entah sampai kapan akan kulepaskan.
Kuletakkan barang belanjaan di dapur yang hanya berukuran 2,5 x 3 meter. Aku tertegun duduk di kursi makan. Tanya yang selalu mengundang banyak kemungkinan jawaban,
"Apa lagi yang kurang dari diriku???"
Aku diberi rahmat dapat melahirkan enam orang anak yang sehat tanpa cacat. Aku mencoba menjadi istri yang baik buat suamiku. Menyiapkan pakaian suami dan seragam sekolah anak-anakku. Memasak nasi goreng ditemani sisa lauk tadi malam. Aku rasa cukup sebagai pengganjal sebelum makan siang. Setelah semua berangkat, aku akan sibuk bergulat dengan pekerjaan harianku.
Hatiku telah mengeriput disirami kata-kata sindiran tetangga yang menggibahiku. Apa benar suami ku telah menikah lagi? Atau punya pacar lagi layaknya abg? Ku coba menghubungkan rantai-rantai yang putus..
Sudah seminggu ini suamiku tidak pulang. Yang aku tahu sedang keluar kota. Memang terkadang, sambil bersiap mengenakan pakaian, dia sering bernyanyi riang.
Ahh..kata-kata mereka mulai merasuki pikiran ku lagi.
Kutelisik beberapa jawaban yang bergelayut di otakku
Aku memang tidak bekerja di kantor, seperti wanita lain. Mengenakan seragam, dengan polesan make up di wajah serta semerbaknya bau parfum. Namun pekerjaan mengurus rumah tangga, dengan enam orang anak yang masih kecil-kecil sudah banyak menghabiskan tenagaku. perhatian kepada anak-anak, menyambi pekerjaan menyuci pakaian sambil memasak, membereskan mainan anak yang mungkin sudah empat atau lima kali dibongkar, semua waktuku sudah habis dibagi.
"Ibu...tolong ikatkan gendongan boneka ini" seraya menarik-narik tanganku.
Aku tersentak dari diskusi panjang di kepalaku. Dengan sigap..sambil tersenyum, aku mengikatkan kain gendongan di bahu anakku.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar