Aku kembali tersentak. Ada panggilan masuk.
"Hallo, bisa dihubungi za?"
"Belum bu" jawabku
"Ya sudah, sekarang eza berangkat saja, shalat dulu. Berdoa, tenangkan pikiran dulu"
Sambil menyeka air mata kujawab "iya bu"
Suara adzan mulai berkumandang, kami berdua beranjak menuju masjid.
Sembari berjalan, aku terus mencoba menghubungi keluargaku. Selalu terdengar nada sibuk.
Pada saat menunaikan shalat isya, bulir bening tak berhenti mengalir. Di setiap sujud, aku selalu berdoa, ya Allah selamatkanlah keluargaku. Usai shalat, aku lanjutkan melaksanakan shalat sunah. Bersimpuh lagi aku berdoa. Ustad telah naik ke atas mimbar, mengucapkan salam, pertanda ceramah segera dimulai. Aku segera beranjak ke pelataran masjid, berusaha menghubungi keluarga lagi. Masih tetap tidak bisa. Aku berpikir, mungkin karena baru terjadi gempa. Suasana kacau, jaringan sibuk karena semua orang ingin menghubungi keluarganya.
Setelah selesai melaksanakan shalat tarawih, kami bergegas pulang. Tiba di kostan, aku kembali menghubungi. Masih terdengar nada sibuk. Sambil menyeka air mata yang tak berhenti mengalir, aku kembali menekan nomor-nomor keluarga ku. Tetap tidak bisa.
Aku mulai kelelahan. Mata mulai sembab. Waktu menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Ku coba menekan nomor yang sama. Terdengar nada deringnya, aku penuh harap.
"Assalamualaykum" aku kenal ini suara suamiku.
Hampir tidak terdengar suaraku menjawab dalam sedu sedan.
"Bagaimana keadaannya ling?"
"Kami baik-baik saja. Gempa susulan masih terjadi. Disini mati lampu, kami sudah selesai mendirikan tenda"
"Alhamdulillah, anak-anak gimana?" Tanyaku.
"Baik-baik saja. Mama tenang aja. Nggak usah khawatir"
Aku sedikit tenang.
"Bagaimana kejadiannya ling?"tanyaku dengan suara mulai agak tenang.
"Sekitar pukul enam sore, papa lagi mandi. Anak-anak nonton dengan sulita. Tiba-tiba Sulita berteriak, kak adik-adik dan aku sudah di luar. Gempa kak. Gempa. Baru papa menyadari. Langsung berlari ke luar"
Kami mengobrol lewat telepon agak lama. Akhirnya aku menyudahi panggilan.
Aku mencoba menghubungi orang tua dan adik-adikku. Mereka juga dalam keadaan baik-baik saja.
Malam ini, aku berpikir kenapa aku harus berada di sini. Seharusnya aku berada di sana bersama keluargaku. Apalagi ini tarawih pertama. Namun apa yang bisa aku lakukan, aku pergi ke kota kembang ini untuk melanjutkan studiku. Tidak ada yang perlu disesali, sudah resikonya. Aku bersyukur, bencana yang terjadi di provinsiku, keluargaku selamat tanpa ada yang cedera.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar